Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Ekonomi Islam’ Category

temilnas177Ternyata dalam kajian tentang Rasulullah, ada saat yang kurang di bahas oleh kebanyakan orang. Kebanyakan kita bahas adalah mulai dari umur 17 tahun sampai 20 tahun. Kita tahu mengenai beliau ketika umur 25 tahun tetapi dengan imej yang kurang sedap yaitu seorang pemuda menikahi jandakaya raya. Padahal, sebagian besar kehidupan Muhammad sebelum menjadi utusan Allah adalah sebagai pengusaha sukses. Tepatnya, seorang pedagang.

Dalam buku Super leader Super Menejer karya Bapak Muhammad Syafi’i Antonio, di situ beliau menceritakan bahwa Muhammad saw merintis karir dagangannya ketika berumur 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan ini terus dilakukan sampai menjelang beliau menerima wahyu  (beliau berusia sekitar 37 tahun). Dengan demikin Muhammmad saw telah berprofesi sebagai pedagang selama 25 tahun ketika beliau menerima wahyu. Angka ini sedikit lebih lama dari masa kerasulan beliau yang berlangsung selama sekitar 23 tahun.


Aspek bisnis Muhammad saw ini juga luput dari perhatian kebanyakan perhatian orientalis. Mungkin dianggap kontroversial dan tidak menarik dalam perdebatan teologis. Sebagian mereka juga sering melancarkan serangan terhadap pribadi Muhammad saw tetapi jarang sekali yang mengkaji secara mendalam perilaku bisnis beliau.


Perhatian terhadap aspek bisnis Muhammad saw ini mulai mengemuka seiring dengan munculnya kembali konsep ekonomi Islam. Selain membangun kerangka teori ekonomi Islam dan berbagai aspeknya, dan dicari tokoh yang dapat dijadikan teladan dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi. Muhammad saw adalah figur sangat tepat sebagai teladan dalam bisnis dan perilaku ekonomi yang baik. Beliau tidak hanya memberikan tuntunan dan pengarahan tentang bagaimana kegiatan ekonomi dilaksanakan, tetapi beliau mengalami sendiri menjadi seorang pengelola bisnis atau wirausaha.


Kewirausahaan (entrepreneurship) tidak terjadi begitu saja tetapi hasil dari suatu proses yang panjang sejak beliau masih kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Collin dan Moores (1964) dan Zeleznik (1976) yang menyatakan berkesimpulan bahwa  The act of entrepreneurship is an act patterned after modes of coping with early childhood experience.  Pendapat ini diamini oleh kebanyakan guru leadership. Mereka sepakat bahwa apa yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan kita akan membuat perbedaan yang berarti dalam kehidupan berikutnya.


Mungkin sebagian besar dari kita melihat sosok Nabi Muhammad sebagai seorang tokoh besar dunia yang hidup seadanya, tidak kaya dan tidak sukses dalam bisnis. Namun tahukah Anda, bahwa sesungguhnya beliau adalah pedagang yang handal yang dengan kemampuan berdagangnya bisa mendapatkan keuntungan dengan modal nominal nol?


Dalam konteks Muhammad saw, beliau mempunyai pengalaman yang pahit dilahirkan dalam keadaan yatim, ketika ayahnya sudah tiada. Pada usia enam tahun, dalam perjalanan kembali dari Yatsrib sesudah menengok makam ayahnya, Muhammad kembali kehilangan orangtua karena saat itu ibunya pun wafat. Bisa dibayangkan dalam usia enam tahun Muhammad sudah menjadi yatim piatu. Sampai usia delapan tahun 2 bulan beliau dibina dan dididik oleh kakeknya, Abdul Muthalib, seorang yang terpandang waktu itu. Usia itu sepeninggal kakeknya, diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Mulai saat itulah pemuda kecil Muhammad mulai mencari nafkah sendiri dengan menggembala kambing.


Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak oleh pamannya berdagang ke Syiria yang berjarak ribuan kilometer dari kota makkah. Perjalanan yang begitu jauh yang ditempuh oleh seorang anak berusia 12 tahun tampa menggunakan mobil ataupun pesawat sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang. Sepulang dari Syiria, Muhammad sangat sering mengadakan bisnis sampai beliau dikenal di Jazirah Arab sebagai seorang pengusaha Muda yang sukses.


Pendek kata, sebelum kenabian Rasulullah telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi bisnis secara adil. Kejujuran dan keterbukaan Rasulullah dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan bagi seorang pengusaha generasi selanjutnya. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan sehingga tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau bahkan kecewa. Reputasi sebagai pelanggan yang benar-benar jujur telah tertanam dengan baik. Sejak muda, beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawabnya terhadap setiap transaksi yang dilakukan.


Di usia 25 tahun, Muhammad menikah dengan Siti Khadijah dengan mahar 100 ekor unta muda. Saya kira, di Indonesia saat ini masih sulit kita dapati pemuda yang berani memberi mahar sebanyak atau setara dengan itu. Dalam buku   Muhammad sebagai seorang Pedagang  diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW Adalah seorang profesional, namun itulah yang amat jarang kita bahas, yaitu bagaimana beliau menjadi seorang profesional dan bagaimana etos kerja beliau? Padahal beliau memulai usaha tanpa modal sepeserpun.


Jadi kalau ada yang mengeluh karena terlahir dari orang miskin maka bandingkan dengan Muhammad yang terlahir tanpa ayah di sisinya. Ketika pendidikan rendah menjadi alasan, bandingkan dengan Muhammad yang tidak pernah sekolah. Dan ketika ketiadaan modal menjadi halangan, bandingkan dengan Muhammad yang tidak berbekal modal materi. Dengan begitu tidak ada satu alasan pun bagi kita untuk mengeluh.


Sikap mandiri dan tidak bergantung pada orang lain adalah salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang entrepreneur sejati. Kecerdasan emosional yang dimiliki Rasulullah juga sangat baik dalam membangun sebuah jaringan. Tidak tanggung-tanggung, rekanan bisnis Rasulullah adalah para pembesar-pembesar kaum Quraisy, yang juga merupakan teman kakeknya, Abdul Muthalib. Jaringan yang dipupuknya dengan kepercayaan. Kepercayaan yang bibitnya adalah kejujuran. Buahnya lebih hebat lagi. Saudagar wanita yang cantik lagi sukses, bernama Siti Khadijah, terpesona akan sikapnya yang kemudian menjadi istrinya.


Kehidupan masa kecil Muhammad yang langsung dididik oleh alam, membuatnya lebih luas dalam melihat peluang. Lebih berani dalam mencoba. Dan lebih tahan banting. Sifat kepemimpinannya dilatih melalui pekerjaannya sebagai penggembala domba. Namun begitu, semuanya didasarkan atas ridha Sang Ilahi.


Ada dua prinsip utama yang patut kita contoh dari perjalanan bisnis Rasulullah saw. Pertama, uang bukanlah modal utama dalam berbisnis, modal utama dalam usaha adalah membangun kepercayaan dan dapat dipercaya (al-amin).  money is not number one capital in business, the number one capital is trust . Kedua, kompetensi dan kemampuan teknis yang terkait dengan usaha. Beliau mengenal dengan baik pasar-pasar dan tempat-tempat perdagangan di Jazirah Arab. Beliau juga mengetahui seluk beluk aktifitas perdagangan dan bahayanya riba sehingga beliau menganjurkan jual beli dan mehapuskan sistem riba.


Sikap-sikap Rasulullah tersebut hendaknya dapat memberikan gambaran bagi kita, bagaimana sebenarnya sebuah bisnis seharusnya dimulai dan dikelola. Tidak mungkin tidak sukses apabila kita menerapkan apa-apa yang telah Rasulullah contohkan, kecuali Allah Swt yang menghendakinya


Penulis adalah Mahasiswa Manajemen Keuangan dan Perbankan Syariah STEI TAZKIA Bogor

Read Full Post »

Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat” telah dijadikan sebagai salah satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu peningkatan kepada sistem yang telah sedia ada di bawah agama-agama langit sebelum itu, yaitu “Ihsan”.  Walaupun kedua sistem ini ada persamaannya dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan yang memerlukan, namun zakat adalah hak yang  boleh dituntut oleh mereka yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang  lebih  bersifat sumbangan sukarela saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam adalah suatu agama dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang sebagai ad-Din  

Agama-agama langit terdahulu hanya bersifat agama saja, kerana itu sumbangan yang diperlukan lebih bersifat keagamaan semata-mata,yaitu Ihsan, atau boleh diterjemahkan sebagai derma simpati. Sedangkan zakat mengandungi dua sifat sekaligus, yaitu kewajipan keagamaan dan pada waktu yang sama kewajipan kenegaraan. Sebagai kewajipan agama, orang yang menafikannya dianggap sebagai pendusta agama, dan sebagai kewajipaan kenegaraan, orang  yang  gagal menunaikannya boleh dihukum, sementara mereka yang menentangnya secara berkumpulan boleh diperangi sebagai kumpulan pendurhaka.

Kerana itulah institusi zakat tidaklah merupakan institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi lebih dari pada itu merupakan juga institusi pentadbiran dan pemerintahan negara. Berasaskan kepada sifatnya ini al-Quran memerintahkan supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara sebagai suatu sistem keuwangan yang tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang perseorangan atau kumpulan masyarakat untuk melaksanakannya.

Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara. Dari perspektif ini skop penglihatan kepada kewajipan zakat ini tidak boleh difokuskan kepada aspek kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga kepada aspek pentadbiran dan penguatkuasaannya juga. Berasaskan kepada kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi para pegawai senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain mengurus pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara. Berasaskan kepada kedudukan inilah juga maka para sarjana keuwangan Islam, seperti Abu Yusuf, al-Mawardi,  Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak lainnya biasanya membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam bab keuwangan dan percukaian.

Pengertian zakat Zakat menurut bahasa ialah: Kata zakat merupakan kata dasar dari (masdar) dari Zaka yang berarti Keberkatan, kesucian, perkembangan dan kebaikan. Sebab dinamakan zakat ialah kerana ia dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkannya dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: Diri dan harta orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya berkembang secara maknawi.

Pengertian zakat dari sudut syarak ialah: Sebahagian harta tertentu yang telah diwajibkan oleh Allah s.w.t untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah dinyatakan di dalam al-Quran atau ia juga boleh diertikan dengan kadar tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dan lafaz zakat juga digunakan terhadap bahagian tertentu yang dikeluarkan dari harta orang yang wajib mengeluarkan zakat. Zakat Syar’ie kadang kala dinamakan sedekah di dalam bahasa al-Quran dan Hadis sebagaimana Firman Allah s.w.t: ) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ(

artinya: Ambillah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk) dan doakanlah untuk mereka, kerana sesungguhnya do’amu itu menjadi ketenteraman bagi mereka. (Surah at-Taubah, Ayat: 103).

Manakala di dalam Hadis Sahih pula, Rasulullah s.a.w bersabda kepada Muaz ketika baginda mengutuskannya ke Yaman: (Beritahulah kepada mereka bahawa Allah s.w.t mewajibkan mereka mengeluarkan sedekah (zakat) dari harta mereka, sedekah tersebut diambil daripada orang yang kaya di kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang yang miskin di kalangan mereka). Hadis ini dikeluarkan oleh jemaah ahli hadis.

Orang Miskin dan kebudayaan masa lampau

Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lampau. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengatakan  bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu mempehatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan dan kepapaan atau paling kurang meringankan nasip yang mereka derita tersebut

Namun sutuasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai, dan hal itu  sudah merupakan noda hitam yang mengotori muka umat manusia, dimana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasehat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.Seorang ilmuan besar melaporkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang miskin yang telah berlangsung semenjak kebudayaan-kebudayaan  pertama manusia. Katanya, “Pada bangsa apapun peneliti mengarahkan perhatiannya.

Ia selalu hanya akan menemukan dua golonngan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan golongan yang melarat. Dibalik itu selalu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik. Yaitu golongan yang berkecukupan selalu selalu semakin makmur tampa batas, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir bercampak diatas tanah, terhempas tak berdaya. Sedangkan orang yang hidup mewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap di atasnya runtuh. 

 Perhatian Agama-agama terhadap orang-orang miskin

Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama ciptaan manusia yang Tidak mengenal hubungan dengan Kitab suci yang berasal dari langit (Samawi), tidak kutrang perhatiannya pada segi sosialyang tampa segi ini persaudaraan dan kehidupan yang sentosa tidak mungkin terwujut.Demikianlah dilembah Eufrat-Tigris 4000 s.m. kita menemukan Hummurabi, seseorang yang buat pertamakalinya menyusun peraturanperaturan tertulis yang masih dapat kita baca sekarang., berkata bahwa Tuhan mengirimnya kedunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang lemah, membimbing manusia, serta menciptakan kemakmuran buat umat manusia. Dan beribu-ribu sebelum masehi orang-orang masehi Mesir kuno selalu merasa menyandang  tugas agama sehingga mengatakan, “Orang lapar kuberi roti, orang yang tidak berpakaian kuberi pakaian, kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang, dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang ditimpa hujan badai.

Perhatian Agama-agama Langit (Samawi)

Agama-aganma langitlah sesungguhnya yang lebih kuat dan lebih dalam dampak seruannya dari pada buah pikiran filsafat, agama ciptaan, dan ajaran apapun dalam melindungi orang-orang miskin dan lemah. Bila kita membuka Al-Qur’an, pegangan terbaik dari Tuhan bagi manusia yang masih tetap abadi, kita temukan Al-Qur’an berbicara tentang Ibrahim, dan Ya’kub:“Kami jadikan mereka pemuka-pemuka, yang memimpin menurut perintah kami. Kami wahyukan kepada mereka agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada kami.Kemudian apabila kita memeriksa Taurat dan Injil (perjanjian Lama dan perjanjian baru) yang ada sekarang, kita akan bertemu dengan banyak pesan dan nasehat khusus tentang cinta kasih dan perhatian pada fakir miskin, janda-janda yatim, dan orang-orang lemah. Dalam taurat surat Amsal, pasal 21, kita temukan, “Barangsiapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, maka ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi orang akan memadamkan murka.”    

PERHATIAN ISLAM PADA MASA PERIODE MAKKAH

Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa islam semenjak fajarnya baru menyingsing di kota makkah- saat umat islam masih bebera[pa orang dalam hidup tertekan, dikejar-kejar, belum mempunyai pemerintah dan organisasi politik sudah mempunyai kitab suci Al-Quran yang memberikan perhatian penuh dan kontinyu pada masalah sosial penanggulangan kemiskinan tersebut. Al-Qur’an adakalanya merumuskan dengan kata-kata “memberikan makan dan mengajak memberi makan orang-orangmiskin,” dan adakalanya dengan rumusan “memberikan rizki yang diberikan Allah,” “memberikan hak orang-orang yang meminta-minta, miskin, dan terlantar dalam perjalanan”,  “membayar zakat,” dan rumusan-rumusan lainnya.   

Memberi Makan orang miskin adalah Realisasi Iman

Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama, Al-Quran memperlihatkan kepada kita suatu peristiwa di akhrat, yaitu peristiwa “orang-orang kana” Muslimin di dalam surga bertanya-tanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu  di ceblos ke dalam neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa mereka di coblos kedalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan orang-orang miskin menjadi mangsa kelaparan.

Hak Tanaman Waktu Dipetik

 Dalam al-Quran surah al-An’am. Allah berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan tidak berkisi-kisi, pohon kurma, biji-bijian yang beraneka ragam bentuknya, zaitun, dan buah delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya bila berbuah, dan keluarkanlah haknya pada hari memetik hasilnya, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tiada menyukai orang-orang yang berlebi-lebihan.Allah memperingatkan kepada manusia bahwa dalam biji-bijian dan buah-buahan terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan pada waktu memetiknya. Said bin Jubair berkata, “Hal itu sebelum perintah zakat turun, yaitu bahwa orang itu harus menyedekahkan sebagian hasil tanamannya, memberi makan ternak, memberi anak yatim dan orang miskin, serta juga rumput-rumputan.”  

Bentuk Zakat di Makkah

Demikianlah sejumlah cara yang dipakai al-Qur’an makiah dalam mendorong manusia agar memperhatiakan dan memberikan hak-hak fakir miskin supaya mereka itu tidak terlunta-lunta.Cara-cara yang dipakai itu dimahkotai dengan satu cara lain yaitu “dipujinya orang yang berzakat dan dicercanya orang yang tidak membayarnya” sebagaimana jelas terlihat dalam surat-surat Makiah tersebut.  Dalam al-Qur’an surah ar-Rum, Allah s.w.t memerintahkan agar hak kerabat, orang miskin, dan orang yang terlantar di perjalanan diberikan, dan kemudian memperbandingkan antara riba, yang pada lahirnya tampak seakan-akan menambah kekayaan tetapi pada dasarnya menguranginya, dengan zakat, yang pada lahirnya tampak mengurangi kekayaan tetapi pada dasarnya mengembangkan kekayaan itu.

Allah berfirman: “Berikanlah hak karabat, fakir miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. Yang demikian itu lebih baik bagi mereka yang mencari wajah allah dan merekalah yang akan berjaya. Dan uang yang kalian berikan untuk diperbungakan sehingga mendapat tambahan dari harta orang lain, tidaklah mendapat bunga dari Allah. Tetapi yang kalian berikan berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat demikinlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.”

Hal yang perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan tentang zakat dalam surat-surat yang turun di Makkah itu adalah bahwa pernyataan-pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr ‘Perintah’ yang dengan tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetap berbentuk kalimat-kalimat berita biasa. Hal itu karena zakatdi pandang sebagai ciri utama orang-orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat kebajikan:2 Yaitu orang yang membayar zakat dan mereka yang melaksanakan zakat, atau orang-orang tertentu yang ditegaskan oleh Allah hidup sukses: Mereka itulah orang-orang yang sukses, atau sebaliknya dinilai sebagai orang-orang musyrik bila tidak melaksanakan kewaiban tersebut: yaitu mereka yang tidak membayar zakat.

Zakat pada periode Madinah

 Kaum muslimin di makkah baru merupakan pribadi-pribadi yang dihalagi menjalankan agama mereka, tetapi di madinah mereka sudah merupakan jamaah yang memiliki daerah, eksistensi, dan pemerintahan sendiri. Oleh karena beban tanggungjawab mereka mengambil bentuk baru sesuai dengan perkembangan tersebut. Yaitu bentuk delimitasi bukan generalisasi, bentuk hukum-hukum yang mengikat bukan hanya pesan-pesan yang bersifat anjuran.

Zakat setelah Puasa

Berdasarkan sejumlah hadis dan laporan para sahabat dan setelah kita membaca sejarah penetapan rukun-rukun Islam yang ada sekarang, kita mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah rukun pertama yag wajib dijalankan oeleh kaum muslimin, yaitu di makkah pada malam peristiwa Isra’ sesuai dengan fakta. Kemudian baru puasa yang diwajibkan di madinah pada tahun 2 H bersamaan dengan zakat fitrah yang merupakan sarana penyucian Dosa, dan perbuatan tidak baik bagi yang berpuasa, dan sarana pemberian bantuan kepada orang-orang miskin pada saat lebaran. Setelah itu barulah diwajibkan zakat kekayaan, yaitu zakat yang sudah tertentu nisab dan besarnya.

Zakat adalah Rukun Islam Ketiga

 Nabi s.a.w. telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat, Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).

Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun Islam itu lima,  yang dimulai denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan demikian zakat di dalam sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an adalah dasar Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam banngunan islam Tanpa berdiri dengan Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara zakat dalam islam dengn zakat dalam Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita zakat itu wajib dan bagaimana kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang diyang katakan oleh Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan catatan penting penting dan ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda sekali dari kebajikan dan perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah yang diserukan oleh agama-agama lain.

1.      Zakat dalam islam bukanlah hanya sekedar suatu kebajikan dan perbuatan baik, tetapi adalah salah satu fondamen (rukun) Islam yang utama. Ia adalah juga salah satu kemegahan islam yang paling semarak dan salah satu dari empat ibadat dalam islam. Orang yang tidak mau membayar zakat itu di nilai fasik dan orang yang mengingkari bahwa ia wajib di pandang kafir. Zakat itu bukan pula kebajikan secara ikhlas atau sedekah tak mengikat, tetapi adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan.

2.      Zakat menurut pandangan islam adalah hak fakir miskin dalam orang-orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan itu yang sebenarnya, yaitu Allah s.w.t. ia mewajibkannya kepada hamba-hambanya kepada hambanya yang diberinya kepercayaanNya yang dan dipercayakanNya itu. Oleh karena itu tidak satu bentuk kebajikan atau balas kasihan pun dalam zkat yang dikeluarkan orang-orang kaya kepada orang miskin, karena bendahara satu pos tidak berarti berbuat kebajikan bila ia mengeluarkan sejumlah uang atas perintah pemiliknya (atasan).

3.      Zakat merupakan “Kewajiban yang sudah ditentukan”, yang oleh agama sudah ditetapkan nisap, besar, batas-batas, syarat-syarat, waktu, dan cara pembayarannya, sejelas-jelasnya.

4.      Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah. Hal itu didistribisikannya oleh para amil. Dan zakat itu sendiri merupakan pajak yang harus dipungut, tidak diserahkan kepada kemauan baik seseorang saja. Oleh karena itulah Al-Qur’an mengungkapkannya dengan: pungutlah zakat dari kekayaan mereka dan sunnah mengungkapkannya dengan, “dipungut dari orang-orang kaya”.Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapatlah kita melihat bahwa zakat dalam islam merupakan sistem baru tersendiri yang tidak sama dengan anjuran-anjuran dalam agama-agama lain supaya manusia suka berkorban, tidak kikir.

Di samping itu pajak berbeda dari pajak dan upeti yang dikenakan para raja, yang justru di pungut orang-orang miskin untuk diberikan kepada orang-orang kaya, dan diberikan oleh orang-orang yang berkuasa untuk menyombongkan diri untuk berfoya-foya, untuk menyenangkan hati para keluarga dan bawahannya, dan untuk mejaga agar kekuasaan mereka tidak tumbang.  

Read Full Post »

Selamat Datang Dinar!

“Uang ibarat cermin, ia tidak memiliki warna tapi dapat merefleksikan semua warna” (Al-Ghazali) 

Hadirnya mata uang berbasis emas di Indonesia bukan lagi sekedar angan, walau masih jauh panggang dari api setidaknya diskursus mengenai penggunan mata uang dinar kembali mencuat di tengah ancaman inflasi yang mengkhawatirkan.

Diyakini dinar bisa menjadi alternatif mata uang Indonesia setelah sekian lama rupiah tidak mampu berkutik menghadapi hantaman krisis moneter Bagi yang mencermati, krisis selalu mengajarkan banyak hal. Tentu saja banyak orang yang merasa gusar, mengapa perekonomian bisa terpuruk hanya karena nilai mata uang berubah. Hal ini bisa terjadi karena uang kertas yang ada saat ini hanyalah legal tender, artinya hanya berupa ”dekrit negara” yang menganggap bahwa itu adalah uang.

Jika suatu saat hukum menyatakan itu bukan uang, maka yang tersisa hanyalah tumpukan kertas berwarna yang tak memiliki nilai dan makna. Padahal sejatinya uang adalah alat tukar yang dapat menggantikan posisi barang.  Keterpurukan rupiah terhadap dolar AS mendorong sebagian masyarakat melirik mata uang dinar. Lalu timbul pertanyaan, kenapa harus dinar? Ada beberapa alasan yang melandasi: 

Pertama, dinar adalah mata uang yang stabil. Sejarah membuktikan, sejak zaman Rasulullah dinar terbukti menjadi mata uang yang paling stabil di banding dengan mata uang manapun. Dinar tidak mengalami inflasi yang begitu besar. Penelitian yang dilakukan Prof. Roy Festrem dari Barkeley University menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa dalam kurun waktu 400 tahun hingga tahun 1976 harga emas konstan dan stabil. Justru nilai emas dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Tahun 1800 harga emas persatu troy ons setara dengan 19,39 Dolar AS, tapi pada tahun 2004 dengan kadar yang sama harga emas sebesar 455,75 Dolar AS.

  Artinya selama 24 tahun emas malah mengalami apresiasi sebesar 2250 persen. Bandingkan dengan dolar yang dari tahun ke tahun mengalami ketidakstabilan nilai. Menurut Miller, 1 dolar setelah 55 tahun terhitung sejak 1940-1995 hanya berharga 8 sen, yang berarti telah kehilangan 92 persen nilainya. Data dari World Outlool Report menyebutkan, sejak tahun 2002 nilai riil efektif dolar terus merosot dan terpangkas hingga 20 persen (Hamidi: 2007). Bagaimana dengan rupiah? Nasibnya jauh lebih parah. Dari tahun ke tahun rupiah terus mengalami depresiasi terutama oleh dolar. Inflasi cenderung semakin naik. Devaluasi rupiah yang pernah dilakukan pemerintah menyebabkan harga-harga naik 2,5 hingga 30 persen.  

Kedua, dinar tidak bisa dibuat untuk spekulasi. Ia tidak bisa dimainkan sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Celah memperdagangkannya memang masih ada. Tapi ketiadaan margin dari transaksinya membuat keengganan para spekulan di manapun. Hal ini karena sebagai mata uang dinar memiliki nilai intrinsik sesuai dengan beratnya masing-masing (4.25 gram emas 22 karat dan tiga gram perak murni).  

Ketiga, pendayagunaan dinar-dirham secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan tunggal terhadap dolar AS. Makna reflektifnya, akan semakin kecil kemungkinan negara pengguna dinar setiap saat digoyang oleh hegemoni dolar dan para fund manager-yang sejauh ini terus melakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri. Kian mengecilnya ketergantungan terhadapa dolar AS-dengan demikian-akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro.  

Keempat, dinar tidak perlu menggunakan alat hedging seperti halnya fiat money yang mesti melakukannya untuk melindungi diri dari perubahan kurs. Ini karena dinar memiliki nilai intrinsik yang otomatis menjadi pelindung bagi dirinya sendiri. Meera (2004) menandaskan emas memiliki nilai intrinsik yang menjadi garansi dan perlindungan dari kemungikinan gencetan situasi eksternal yang tak diinginkan. Emas menjadi bernilai bukan karena dekrit atau diundangkan suatu negara sebagaimana fiat money tapi karena kandungan logam mulianya yang diakui semua orang.             

Sesuai dengan hukum aksi-reaksi, seiring dengan usaha menghidupkan kembali dinar, tentu saja akan ada usaha untuk merintanginya. Tantangan itu datang dari pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu oleh kehadiran mata uang dinar. Mereka adalah sebuah kekuatan yang tersistem dan mapan, yang menikmati keuntungan besar dari perdagangan maya di pasar uang. Pertanyaan dan penyataan kritis bernada penampikan pun mengemuka, apakah penggunaan dinar sudah feasible dan applicable? Penerapan dinar terbukti tidak praktis dan tidak fleksibel, gagasan penerapan mata uang dinar tak lebih dari upaya penerapan syariat islam sebab dinar adalah mata uang khusus umat islam. Dan lain sebagainya.  

Menjawab masalah feasible dan applicable tidaknya penerapan dinar khususnya di Indonesia, penulis menganggap sangat mungkin dilakukan apalagi dengan persediaan emas di Indonesia yang cukup memadai. Malah penerapan dinar ini akan memotivasi pemerintah untuk mengeksplorasi tambang-tambang emas yang masih terpendam. Kemudian masalah dinar tidak praktis dan fleksibel, ini menjadi masalah klasik yang kerap dilontarkan. Para kritikus kerap ”mengajari” pihak-pihak pengusung ide penarapan dinar untuk berkaca pada sejarah. Dalam sejarah, dinar ditinggalkan karena faktor tidak praktis dan sulit di bawa ke mana-mana. Argumennya, jika dinar diterapkan, bagaimana dengan transaksi-transaksi besar, apakah harus membawa emas berkarung-karung atau sebesar jam dinding?

  Sebaliknya, dalam transaksi barang-barang remeh, seperti permen, berapa standar emas yang mesti ditetapkan? Seiring dengan kemajuan tekhnologi, emas sangat mungkin se-fleksibel fiat money. Dengan menggunakan pembayaran melalui digital gold dinar tidak harus dibawa ke mana-mana. Pemerintah hanya menyediakan kartu pembayaran semisal ATM sedangkan persediaan emas (dinar) yang dimiliki diletakkan di Bank. Untuk di pedesaan yang masih belum terjangkau kecanggihan digital gold, untuk sementara pemerintah bisa mengeluarkan uang kertas tetapi tetap di back up oleh emas seperti ketika diterapkannya sistem Bretton Woods. Sekali lagi, ini untuk sementara waktu, pada saatnya sistem digital gold bisa menyeluruh hatta ke pelosok desa. Khusus transaksi barang-barang remeh, menarik gagasan Al-Maqrizi, untuk tetap menggunakan fulus atau dari bahan lainnya.   

Hambatan selanjutnya adalah efek psikologis kalangan non-muslim yang menganggap dinar adalah mata uang khusus umat Islam. Tantangan ini sebenarnya dapat dihilangkan dengan cara sosialisasi yang gencar kepada masyarakat tentang sejarah dinar yang berasal dari kerajaan Bizantium di mana raja dan penduduknya pada waktu itu mayoritas beragama Nasrani. Cara lain-seperti dikatakan Adiwarman A. Karim-adalah dengan mengganti istilah Dinar menjadi Gold Money. 

Ala kulli hal, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di Indonesia, Indonesia diharapkan menjadi pioner penarapan mata uang dinar. Menarik sekali apa yang disampaikan oleh Menneg BUMN Sugiharto usai membuka konferensi ke-12 uang logam ASEAN di Hotel Mulia, Jakarta, Senin (19/9/2005), “Umat Islam Indonesia perlu satu means of currency, means of exchange yang anti-inflasi, antispekulasi dan antikezaliman,” Semoga!!  By Mahbubi Ali

Read Full Post »